Buku Dari Bapak, 30 Tahun Indonesia Merdeka
Sedangkal pengetahuan saya, terakhir melihat buku yang sampul depannya sudah hilang itu pada masa putih abu-abu. Ketika itu, saya mencari sebuah benda di atas lemari. Secara tak sengaja, saya melihat buku berdebu yang menggunakan kertas berwarna kuning kecoklat-coklatan itu.
Pada waktu itu, saya lebih melihat gambar-gambar yang ada dalam buku tersebut. Saya juga belum mengetahui apa judul buku itu. Di buku tersebut, terdapat beberapa gambar founding parents Indonesia seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan lain-lain.
Saya sangat menikmati gambar-gambar tempo dulu, arsip kuno, dan lain sebagainya. Bahkan, hingga sekarang saya sedang mengumpulkan benda-benda sejarah seperti pensil, foto, pena, surat kabar lama, kertas, dan lain-lain. Hingga di suatu waktu, ibuku bertanya padaku, “buat apa kamu mengumpulkan itu semua, bukankah itu sampah to, Le?”
Saya mencoba memberi tahu ibu dengan bahasa yang santai dan sederhana. Ketika membahas topik-topik penting dengan ibu, bapak, maupun orang yang saya anggap spesial, aku lontarkan kalimat “tidak bermaksud menggurui” terlebih dahulu. Entah itu dalam bentuk ucapan, maupun hanya dalam sanubari.
Karena tanpa ibu, bapak, dan kakak/mas, aku “mungkin” tidak bisa menulis dengan santai dan sederhana seperti akhir-akhir ini. Saya tidak ada apa-apanya kalau dibanding mereka. Namun, ketika bapak menengok kegemaranku mengumpulkan benda-benda lampau, bapak terkadang tersenyum sendiri. Aku jarang sekali melihat bapak marah, kecuali ketika aku masih kecil dan tidak mau mengaji.
Sepengetahuan dan sepengakuan saya, bapak merupakan arsiparis handal dalam lingkup keluarga. Kertas-kertas berharga, ia simpan sedemikan rupa. Agar orang-orang yang membutuhkan tidak sulit dalam hal mencari kertas-kertas itu. Ia juga memperhatikan “keawetan” dari sebuah kertas agar tahan lama dan tidak dimakan rayap. Bapak biasanya juga melakukan press mika maupun laminating terhadap kertas-kertas yang ia anggap berharga. Hal itulah, yang tumbuh dalam diriku. Saya mewarisi ketlatenan dan kesabaran bapak dalam melakukan sesuatu, khususnya dalam hal mengarsip dokumen.
Tidak ada hujan dan angin. Kebetulan buku itu muncul kembali di bulan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) tahun ini. Faktor lingkungan, juga mempengaruhi hadirnya buku itu. Karena beberapa hari yang lalu, bapak, ibu, mas/kakak, dan aku bekerjasama untuk mempercantik rumah. Bapak, ibu, dan mas bekerja secara lahir dan batin, sedangkan saya hanya fokus pada kerja-kerja di perangkat lunak. Sesekali juga ikut membantu mereka dalam rangka mempercantik rumah.
Beberapa barang dipindah dari tempat asalnya. Kebetulan setelah mengecat rumah dalam rangka mempercantik surga, bapak memberikan buku yang terakhir aku lihat sebelum melakukan penjelajahan dari satu tempat ke tempat yang lain.
Bapak secara resmi memberikan buku itu kepadaku. Dalam hati, aku bergumam, “nah, ini dia buku yang aku cari.” Kemudian aku mencoba untuk memahami buku itu. Terpampang gambar the smilling general dan beberapa tokoh bangsa yang lain. Lembar demi lembar kuperhatikan dengan seksama, dalam tempo yang tidak terlalu lama.
Saya melihat gambar-gambar tentang kemerdekaan Indonesia. Tepat sekali, sekarang kita berada di bulan Agustus. Setelah mempehatikan lembar demi lembar, dan akhirnya rasa penasaran terhadap judul buku itu terbayar. Ya, buku itu merupakan buku “30 Tahun Indonesia Merdeka”. Mengingat bagian sampul depan buku telah tiada, kemudian saya beri tulisan model aksara latin di bagian depan buku itu sesuai dengan judulnya sebagai penanda.
Saya lebih tertarik dengan isi buku, dari pada sampulnya. Maka dari itu, saya tidak mengetahui judulnya terlebih dahulu, dan ketika membaca dan melihat gambar-gambar di buku tersebut, saya benar-benar menikmati nuansa kemerdekaan Indonesia, khususnya 30 tahun yang lalu.