Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Inspirasi Dini Hari



Tidak semua umat manusia memaknai terjaga hingga dini hari sebagai insomnia. Ada yang menunggu dini hari bak menunggu kedatangan pujaan hati. Selain dini hari sebagai waktu turunnya malaikat ke bumi, ada juga yang memaknai dini hari sebagai sumber inspirasi.  




Sebagai makmum di Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah. Dini hari merupakan waktu yang bersahabat bagiku. Dini hari ketika usiaku sekitar kepala dua (awal) bak pagi hari ketika masih anak-anak. Misalnya seperti ketika diantar ibu ke TK dengan sepeda, dan kaki saya dibondo atau diikat. Hal itu wujud kasih sayangnya kepada buah hati, agar kaki saya tidak masuk ruji sepeda atau larlaran.

 

Dini hari kali ini juga seperti semangat pagi ketika nenek menjual dagangan keliling di derah Kecamatan Bojonegoro saban pagi di kala itu. Atau ketika almarhum Mbah Mo dengan tenaga ekstra mengayuh becaknya dalam rangka mencari rezeki. Dini hari memang selalu kunanti. Namun sesekali, dini hari menjadi waktu yang melelahkan. Akhirnya tertidur dengan sendirinya.

 

Bertahan di dini hari bagiku bak negara yang memiliki dua sisi dalam bidang hukum. Satu sisi melakukan penegakan hukum (berkah) namun di sisi lain melanggengkan pelanggaran terhadap hukum (musibah). Tentu elemen di dalamnya yang berperan. Negara merupakan sebutan yang sifatnya imajinatif. Karena setiap orang bisa dan berhak memberikan definisi tentang apa itu negara.

 

Ketika usia bertambah di bulan lalu. Tak lupa saya mencari kertas yang berisi 100 lebih mimpi. Kertas itu hasil revisi. Pertama kali saya tulis tahun 2015 kalau tidak salah bulan Desember. Ketika berada di sebuah indekos di Kota Pahlawan bertepatan dengan Ramadhan 2018 saya perbarui lagi. Di tahun 2020 saya melihatnya kembali. Sebelumnya sempat membuat pusing kepala karena mencari keberadaan kertas itu.

 

Alhamdulillah pada dini hari ini, ia menampakkan diri. Ternyata masih berada di etalase. Saya bawa ke kamar biru kemudian jebret saya buka. Saya pandangi satu per satu. Beberapa impian saya tercapai. Namun masih banyak yang belum. Bahkan ada yang mbleset, wkwkwk. Tembok kamar dan lampu menjadi saksi bisu bagaimana saya tersenyum kecil melihat kertas tersebut.

 

Tidak ada kata lain selain bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Karena saya yakin dan percaya, apabila kita giat do’a dan usaha, pasti Tuhan akan memberi sesuatu dengan beragam cara. Ada yang sebelumnya kita duga dan terjadi. Namun ada sesuatu yang di luar nalar terjadi, hal itu merupakan nikmat dari Tuhan yang patut kita syukuri.

 

Setelah lembaran kertas mimpi itu ketemu, saya senang sekali. Sembari membuka kertas dan berharap. Semoga malaikat mendengar apa yang saya ucapkan. Karena dini hari malaikat turun ke bumi dan kokok ayam mengiringi. Selain itu saya juga membongkar dokumen-dokumen lama.

 

Salah satu kesukaan saya ialah mengumpulkan benda-benda yang dianggap sampah oleh beberapa orang. Bahkan berkali-kali ibu menyuruh saya untuk membuang benda-benda itu. Namun  saya coba memberi pengertian dengan santun plus santuy, dan akhirnya ibu sadar. Setelah itu ibu agak memberi restu dengan kesukaanku yang mungkin menurutnya dan menurutmu aneh.

 

Benda-benda itu seperti kertas tagihan listrik, struk belanja buku, kartu pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru, kartu Ujian Nasional (UN), UAMBN, kartu kepanitiaan, tiket bus, kereta, pesawat, dan lain-lain. Mungkin beberapa orang, bertanya, “buat apa kamu ngumpulin sampah?”. Hanya senyuman manis yang akan menjawab pertanyaan itu. Hal tersebut merupakan kesukaan saya. Dan juga dibalik dokumen-dokumen yang penting maupun yang dianggap sampah, saya yakin dan percaya saban dokumen menyimpan berjuta kisah. 


Dalam hal pengarsipan dokumen, mungkin kemampuan itu saya peroleh dari bapak. Beliau sangat rapi perihal menyimpan surat, dokumen, mengabadikan kenangan, dan sebagainya. Mengingat ada ungkapan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya, saya mencoba untuk menerapkan apa yang dilakukan bapak. Tentu dengan improvisasi, salah satu di antaranya digitalisasi.

 

Ketika dini hari dan tak ada kerjaan. Biasanya menulis. Kebetulan tulisan hari ini sudah selesai. Saya mengambil map berwarna kuning, merah, dan hitam. Map itu gendut, karena berisi beragam dokumen dengan beragam varian. Dan hati saya begitu senang. Karena dalam salah satu di antara tiga map itu tersimpan potongan koran bagian depan Radar Bojonegoro (2017). Potongan koran itu ialah edisi spesial Radar Bojonegoro akhir pekan tentang kajian sosial dan humaniora Bojonegoro.

 

Sebuah guntingan koran bergambar perempuan yang sedang melinting tembakau dalam rangka melahirkan udud/rokok dari Bojonegoro yang akan singgah di beberapa mulut rakyat Indonesia dan dunia. Artikel menarik dan keren itu ditulis oleh almarhum Mas Anas AG tentang tembakau Bojonegoro yang melegenda dan mendunia. Kemudian di guntingan koran Radar Bojonegoro yang lain ada artikel di halaman depan tentang sejarah pendopo Kabupaten Bojonegoro. Masih saya simpan dan rencana ingin saya bingkai untuk menghidupkan suasana. 


Dan tentunya untuk mengenalkan kepada khalayak ramai tentang Bojonegoro. Sebab dari sanubari yang saya tidak mengetahui kedalamannya, mengatakan ingin membuat museum pribadi yang bisa diakses oleh semua kalangan. Di dalamnya ada buku-buku, foto Bojonegoro tempo dulu, surat kabar Sin Po, benda pusaka, dan lain-lain.   

 

Kegitan bongkar dokumen di dini hari ini menambah semangat untuk menulis. Khususnya tentang kajian sosial dan humaniora Bojonegoro. Tak lupa mencecap kopi yang selalu menemani. Saya memiliki anggapan, bahwa maqom ngopi saya sempurna apabila sudah mencapai S3, wkwk. Perlu kalian ketahui bahwa S3 disini bukan hal akademis, melainkan stage 1-3 hal itu sebagai kewajiban ngopi dalam rangka melahirkan karya, dan sunahnya yakni ngopi di warung kopi sembari mepererat tali silaturahim dengan kawan-kawan. 


S3 atau stage 1-3 dalam maqom/tingkatan ngopi yang telah saya lakukan beberapa bulan yaitu untuk stage 1 kopi dengan cangkir kecil, stage 2 kopi dengan cangkir sedang, dan stage 3 kopi dengan cangkir agak besar. Dipercantik dengan lepek tanpa tutup di atasnya. Ya..., kebiasaan ngopi hingga S3 belum tentu menjadikan saya sebagai doktor, malah membuat Ibu berkata kalau saya di rumah, pasti bubuk kopi cepat habis, wkwkwk. Namun ketika tidak di rumah, bubuk kopinya awet tapi Ibu memendam rasa kangen kepada saya, wkwk. 


Ya...., inilah kehidupan di dunia. Tak ada cara lain selain menjalaninya dan jangan lupa untuk bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa.

 

Setelah mencecap kopi. Membuat diri semakin hidup. Kemudian mencoba untuk buka channel You Tube. Satu video dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil saya unduh, kemudian ndilalah menemukan video yang matoh bin mantap. Dimana di dalamnya ada Presiden Jancukers alias Sujiwo Tejo.

 

Mbah Tejo sedang berbicara tentang “matematika”. Dari bangku putih hijau, mengingat saya lulusan MI bukan SD. Saya menyebut putih hijau karena baju seragam madrasah ibtidaiyah berwarna putih hijau bukan putih merah, wkwk. Hingga duduk di bangku aliyah, matematika menjadi momok bak monster bagi saya. Namun ketika melihat penjelasan dari Mbah Tejo, membuat saya tresno pada detik itu juga dengan Matematika. Namun ada kalimat keramat yang mampu menambah semangat untuk mengarungi kehidupan yang fana dan penuh tanda tanya yang keluar dari mulut Presiden Jancukers, “Lulus kuliah itu orang yang meneruskan sejarah, di DO itu orang yang menjebol sejarah.”

 

Setelah mendapat suntikan energi dari beberapa video di Jami’iyyah Youtubiyah, etnah apa yang terjadi tiba-tiba menuju kanal yang selalu mengabarkan degup kebahagiaan dan menuju artikel Imam Besar Jurnaba yang mengisahkan tentang pendiri Pustaka Bergerak. Teringat, sebelumnya saya menyaksikan dawuh Imam Besar The Panas Dalam yakni Ayah Pidi Baiq. Kemudian menuju website Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Terdapat nama-nama peraih penghargaan, dan disitu ada nama Pustaka Bergerak.

 

Kemudian tangan yang masih menari-nari di atas tuts keyboard menekan huruf dan membentuk kalimat Pustaka Bergerak.

 

Imam Besar Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah pernah menulis tentang pendiri Pustaka Bergerak di Jurnaba. Nama Imam Besar Jurnaba juga ada di website pustaka bergerak. Ia menulis tentang tokoh idolanya yakni Subcommandante Marcos. 


Kehebatan jurnalis senior itu tak usah diragukan lagi. Terbukti dengan beberapa karyanya yang dikutip oleh produsen kaos, akun instagram, dan sebagainya. Oh, ya..di malam itu saya berucap kepadanya kalau ada kesempatan ngopi, saya akan berbagi cerita tentang tulisannya yang dikutip oleh produsen kaos bertema aktivisme dan perjuangan yang cukup ternama di tanah air.

 

 

 

14 Juli 2020